Aku jelaskan gambaranku tentang kamu :
Kamu itu sederhana, cakep juga biasa, mapan
belum, out of my type deh. Tapi kamu itu baik. Itulah point yang membuatku
melting. Ternyata mamaku benar, kebaikan itu mengalahkan segalanya. Termasuk
logika loh.
Awalnya….
dari empat tahun yang lalu aku udah lupa
rasanya suka sama orang itu seperti apa. Bukan.. bukan karena gak ada cowok
mapan, bukan karena gak ada cowok matang ataupun bukan karena gak ada cowok
menarik. Feelingku aja yang udah berkali kali aku cari gak ketemu juga. Bahkan
ketika aku kenal kamu pun feeling itu belum juga ada. Entah bagaimana tuhan
akhirnya mempertemukan kita. Bahkan ketika aku masih kabur dengan kabut masa
lalu yang tebal. Dan niatku saat itu hanya mencoba. Siapa tau ada cupid yang
salah panah.
Dengan perkenalan singkat kita, Ketika
akhirnya kamu bilang suka, saat itu aku baru benar benar tahu, kalo sebenarnya
feeling yang aku tunggu selama ini belum juga muncul. Aku gak mau membohongi siapa
siapa. Apalagi harus membohongi hati sendiri. Lebih baik membohongi orang lain,
setidaknya aku gak tau rasanya kayak apa. Dan akhirnya dengan haqqul yakin aku
tegas bilang “nggak”. Dan Tuhan-pun memisahkan kita.
Hingga akhirnya….
Tuhan membuka komunikasi buat kita lagi.
setelah entah berapa lama kita tak saling sapa.
Dengan jarak ribuan mil, dengan perkenalan
singkat kita, dengan pemahaman minim kita satu sama lain. Dan masih dengan
jarak ribuan mil juga, dengan bodohnya kita selalu membicarkaan tentang
rencana” bagaimana kalau kita menikah nanti”. Dan tiap malam, hal itu selalu
jadi topik menarik buatku.
Aku bilang : Kalo kita nikah nanti, aku gak
pinter masak loh,
Kamu bilang : Aku gak nikahin kamu karena
masakanmu kok, kita bisa minta masakin tetangga aja.
Aku bilang : kalo kita nikah nanti, aku
paling gak suka kalo disuruh cuci piring. Aku mendingan ngepel balai sarbini
daripada cuci piring,
Kamu bilang : gak papa, kita beli piring
yang sekali pakai langsung buang aja.
Aku bilang : kata mamaku aku cewek paling
boros di dunia
Kamu bilang : gak papa, biar aku semangat
nyari duit.
Awalnya aku kira bahasamu yang terlihat
natural itu benar. Tetapi setelah pernyataan pernyataan yang akhirnya
merapuhkan keyakinanku selama ini, akhirnya aku merasa asumsiku terbukti.
Mungkin semuanya juga pernah kamu bilang buat 27 orang sebelumku.
Suatu malam kamu bercerita banyak tentang
kamu, masa lalu, bahkan sedikit gambaranmu tentang masa depan. Makanya ketika
kamu jelaskan tentang kamu yang sebenarnya aku agak shock, bahkan terkesan
hampir 75% hilang feeling. Bukan shock si, aku Cuma sedang berusaha
membayangkanmu dari sisi yang berbeda dari imajinasiku sebelumnya. Kamu benar, Ekspektasiku terhadap kamu terlalu
tinggi. Kamu bilang “aku emang kayak
gini, kalau kamu mau nerima ya syukur, kalo nggak yaudah”. Kenapa terdengar
menyakitkan? Tau gak, hal pertama yang tergambar dari kalimat itu terkesan
seolah aku yang harus bekerja keras
menghabiskan seluruh hidupku untuk belajar memahami kamu. Tanpa terlihat
sama sekali gak ada niat buat kamu memahamiku. Dan dari sini aku mulai ragu,
apa iya kamu orang yang aku cari selama ini? Kenapa aku bilang aku sangat
sangat hati? Bukan salahmu punya masa lalu, bukan salahmu juga kenapa instingku
salah, ini Cuma bentuk kekecewaan yang rasanya sangat luar biasa, karena
gambaranku tentang kamu semuanya salah. Dan bukan Cuma itu, fleksibilitasmu
menanggapi kekecewaanku yang membuatku merasa sangat tidak penting. Bahkan kamu
masih bisa tertawa ketika mendengarku hampir menangis. Dimana kamu yang dulu?
Kamu yang dalam imajinasiku begitu sempurna?
Bahkan ketika aku mempetimbangkan tentang
perbedaan mendasar antara kitapun aku masih berfikir, kalau Tuhan mau, cinta
bisa datang dari dua tempat beribadah yang berbeda. Apalagi
hanya masalah jarak yang hanya ribuan mil. Belum jutaan mil. Aku masih
saja membayangkanmu sesuai imajinasiku. Walaupun dengan sangat keras kamu
berusaha menyadarkanku kalau imajinasiku tentang kamu salah semua. Aku gak
peduli. Saat itu.
Sakit hatiku masih ada koma. Bukan titik.
Ketika kamu bilang kamu gak bisa selalu diam hanya pada satu hati. Bahkan kamu
bilang aku harus nunggu di urutan 30 untuk bisa mewujudkan sedikit imajinasiku
tentang “kamu yang baik”. Kamu bilang pencarianmu akan berhenti di angka 30. Itu artinya aku masih harus menunggu 3
orang lagi untuk bisa sepenuhnya memiliki kamu. Dan dimana harga diriku??? Ada apa dengan laki laki yang tersisa di dunia
ini?
Bukan
masa lalunya yang masalah, hanya keraguan menatap masa depannyalah yang salah. Inilah
malam dimana aku buat pertama kalinya merasa “belum apa apa udah sakit hati”.
Dan malam selanjutnya aku masih berusaha. Berusaha menganggap semuanya baik.
Berusaha merapikan lembar lembar buku yang udah kamu bikin kusut. Tapi
besoknya, bukunya malah kamu tidurin lagi. diilerin malahan. Pada buku yang lain
aku masih bisa berada pada halaman pertama, kenapa di bukumu aku harus menunggu
di halaman 30? Ah sudahlah, lagi lagi mamaku benar, kamu hanya sebuah fase
(lagi)